Cerita Bokep "Mama Dan Anak Bugil Bareng"
- Saat itu aku Ronny masih kuliah dan saya mempunyai teman karib
namanya Mona, dari Sumatera, dia menumpang di rumah tantenya. Kebetulan
antara saya dan Mona mempunyai hoby yang sama, naik gunung, lintas alam,
atletik, lempar lembing. Saya sering bertandang ke rumahnya, makin lama
makin sering. Karena saya juga naksir sama Rita, adik sepupu Mona atau
anak tantenya. Walau saya sudah menjadi akrab dengan keluarganya, tapi
Rita tak kunjung kupacari.
Setelah
selesai SMA Mona melanjutkan studi di Kota lain, tapi aku mencoba untuk
bertandang ke rumah Rita, tapi jarang ketemu. Namun perjalanan waktu
menentukan lain bagi Rita, ayahnya yang wakil rakyat itu meninggal.
Sekarang ini ibunya mencari nafkah sendiri dengan memegang beberapa
perusahaannya yang memang sudah dirintis cukup lama, sebelum terpilih
menjadi wakil rakyat. Harapanku memacari Rita tetap ada di dada,
walaupun saat aku berkunjung, justru bu Ita (ibunya Rita/tantenya Mona)
yang sering menemuiku. karena Rita ada kesibukan di Jakarta, sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam sekolah presenter di sebuah stasion teve
swasta di sana. Tapi sebenarnya kalau mau jujur Rita masih kalah dengan
ibunya. Bu Ita lebih cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan
tenang pembawaannya. Sementara Rita agak sawo matang, nurun ayahnya
kali? Seandainya Rita seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan
penuh perhatian, baik juga.
Sekarang,
di rumah yang cukup mewah itu hanya ada bu Ita dan seorang pembantu.
Mona sudah tidak di situ, sementara Rita sekolah di ibukota,
paling-paling seminggu pulang. Akhirnya saya di suruh bu Ita untuk
membantu sebagai karyawan tidak tetap mengelola perusahaannya. Untungnya
saya memiliki kemampuan di bidang komputer dan manajemennya, yang saya
tekuni sejak SMA. Setelah mengetahui manajemen perusahaan bu Ita lalu
saya menawari program akuntansi dan keuangan dengan komputer, dan bu Ita
setuju bahkan senang. Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang
ditangani perusahaannya, dsb. Saya menyukai pekerjaan ini. Yang jelas
bisa menambah uang saku saya, bisa untuk membantu kuliah, yang saat itu
baru semester dua. Bu Ita memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran
saya. Pegawai bu Ita ada tiga cewek di kantor, tambah saya, belum
termasuk di lapangan. Saya sering bekerja setelah kuliah, sore hingga
malam hari, datang menjelang pegawai yang lain pulang. Itupun kalau ada
proyek yang harus dikerjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya
kerja sambilan tapi bisa menambah pengalaman.
Karena
hubungan kerja antara majikan dan pegawai, hubungan saya dengan bu Ita
semakin akrab. Semula sih biasa saja, lambat-laun seperti sahabat,
curhat, dan sebagainya. Aku sering dinasehati, bahkan saking akrabnya,
bercanda, saya sering pegang tangannya, mencium tangan, tentu saja tanpa
diketahui rekan kerja yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap
menjaga kesopanan. Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku, betapapun
dan siapapun bu Ita, dia mampu menggetarkan dadaku. Walaupun sudah
cukup umur wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya pasti
mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali. Dasar pandai merawat
tubuh, karena ada dana untuk itu, rajin fitnees, di rumah disediakan
peralatannya. Kalau sedang fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat
sedap dipandang. Ini sudah saya ketahui sejak saya SMA dulu, tapi karena
saya kepingin mendekati Rita, hal itu saya kesampingkan. Data-data
pribadi bu Ita saya tahu betul karena sering mengerjakan biodata
berkaitan dengan proyek-proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya saat kisah
ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya 52 kg. Cukup ideal.
Pada
suatu hari saya lembur, karena ada pekerjaan proyek dan paginya harus
didaftarkan untuk diikutkan tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai,
tapi aku agak terhibur bu Ita mau menemaniku, sambil mengecek
pekerjaanku. Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia malah sering
bercanda. Bahkan kalau minumanku habis dia tidak segan-segan yang
menuang kembali, aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan pegang
tanganku, mencubit, namun aku tak berani membalas. Apalagi bila sedang
mencubit dadaku aku sama sekali tidak akan membalas. Dan yang cukup
surprise tanpa ragu memijit-pijit bahuku dari belakang.
"Capek ya..? Saya pijit, nih", katanya.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti teteknya menyenggol kepalaku bagian belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja saya pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja. Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan masih dibantu bu Ita. Wah wanita ini betul-betul seorang pekerja keras, gumanku dalam hati.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti teteknya menyenggol kepalaku bagian belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja saya pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja. Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan masih dibantu bu Ita. Wah wanita ini betul-betul seorang pekerja keras, gumanku dalam hati.
Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan kopi, jadi kembali minum.
"Kamu sudah punya pacar Ron?"
"Belum Bu", jawabku
"Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek mana yang tak mau dengan cowok ganteng", katanya
"Belum Bu, sungguh kok", kataku lagi. Kami duduk bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua saling berpegangan tangan saling meremas lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol tangannya...
"Kamu sudah punya pacar Ron?"
"Belum Bu", jawabku
"Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek mana yang tak mau dengan cowok ganteng", katanya
"Belum Bu, sungguh kok", kataku lagi. Kami duduk bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua saling berpegangan tangan saling meremas lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol tangannya...
Mungkin
karena terbawa suasana malam yang dingin dan suasana ruangan yang
syahdu, dan terdengar suara mobil melintas di jalan raya serta
sayup-sayup suara binatang malam, saya dan bu Ita hanyut terbawa oleh
suasana romantis. Bu Ita yang malam itu memakai gaun warna hitam dan
sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang
putih bersih. Wanita pengusaha ini makin mendekatkan tubuhnya ke arahku.
Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku menjadi sangat kikuk dan
canggung, tapi anehnya nafasku makin memburu, kejar-kejaran dan
bergelora seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi
bergemetaran, dan tak mampu berbuat banyak, walau tanganku tetap
memegang tangannya.
"Dingin ya Ron..?!", katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
"Ya, Bu dingin sekali", jawabku.
"Dingin ya Ron..?!", katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
"Ya, Bu dingin sekali", jawabku.
Terasa
dingin, sementara tangannya juga merangkul pinggangku. Bau wewanginan
semerbak di sekitar, aku duduk, menambah suasana romantis
"Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?", kataku gemetar.
"Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci", katanya.
Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya. Dia menyambut dengan senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing-masing. Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin terangsang dalam permainan yang indah ini.
"Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?", kataku gemetar.
"Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci", katanya.
Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya. Dia menyambut dengan senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing-masing. Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin terangsang dalam permainan yang indah ini.
Cerita Bokep.
Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum manis bahkan amat
manis, dibanding waktu-waktu sebelumnya. Kami berangkulan kembali,
seolah-olah dua sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan,
padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan
menggigit lembut semantara tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama
pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
"Sejak kamu kesini dengan Mona dulu, saya sudah berpikir: "Ganteng banget ini anak!"", katanya setengah berbisik.
"Ah ibu ada-ada saja", kataku mengelak walaupun saya senang mendapat sanjungan.
"Saya tidak merayu, sungguh", katanya lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Ita. Diapun nampak bergetaran dan suaranya agak parau.
"Sejak kamu kesini dengan Mona dulu, saya sudah berpikir: "Ganteng banget ini anak!"", katanya setengah berbisik.
"Ah ibu ada-ada saja", kataku mengelak walaupun saya senang mendapat sanjungan.
"Saya tidak merayu, sungguh", katanya lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Ita. Diapun nampak bergetaran dan suaranya agak parau.
Kemudian
saya beranjak, berdiri dan menarik tangan bu Ita yang supaya ikut
berdiri. Dalam posisi ini dia saya dekap dengan hangatnya. Hasrat
kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan membelah celana
yang saya pakai. Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai kerbau dicocok
hidungnya bu Ita menurut saja. Kami berbaring bersama di spring bed,
kembali kami bergumul saling berciuman dan becumbu.
"Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu", pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian sambil menyodorkan kepada saya.
"Ini pakai punyaku", dia menyodorkan pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian memakai kimononya.
"Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu", pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian sambil menyodorkan kepada saya.
"Ini pakai punyaku", dia menyodorkan pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian memakai kimononya.
Aku
menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur. Baru sekitar setengah
jam saya terbangun lagi. Dalam kondisi begini, jelas aku susah tidur.
Udara terasa dingin, saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan
kaki kanannya di selakangan saya. Penisku makin bergerak-gerak,
sementara cumbuan berlangsung, penisku semakin menjadi-jadi kencangnya,
yang sesungguhnya sejak tadi di sofa.
Aku
berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya lanjutkan atau diam
saja? Lama aku berfikir untuk mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi
bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat sekali yang mendorong melonjak-lonjak
dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku. Walaupun aku
diamkan beberapa saat, tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat.
Memang saya sadar, wanita yang ada didekapanku adalah majikanku,
tantenya Mona, mamanya Rita, tapi sebagai pria normal dan dewasa aku
juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa perasaan bu Ita sebagai wanita
yang sintal, cantik dan mengagumkan. Sedikitnya aku sudah merasakan
kehangatannya tubuhnya dan perasaannya, meski pengalaman ini baru
pertama kali kualami.
Aku
tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku semakin
bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang menggebu-gebu. Aku
perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja saya lihat lama
dari dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan
lelaki dewasa. Pelan-pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba
pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak tahu apakah dia tidur atau
pura-pura tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti
dia tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia memakai
beha warna putih dan cedenya juga putih. Aku menjadi tambah takjub
melihat kemolekan tubuh bu Ita, putih dan indah banget. Ku raba-raba
tubuhnya, dia mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari
lentiknya menyusup ke balik baju tidur yang kupakai dan menarik talinya
pada bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini akupun hanya pakai
cede saja.
"Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa, ya?", bisiknya. Saya tersenyum senang.
"Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik sekali", mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.
"Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa, ya?", bisiknya. Saya tersenyum senang.
"Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik sekali", mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.
Aku
berusaha membuka behanya dengan membuka kaitannya di punggungnya,
kemudian keplorotkan cedenya sehingga aku semakin takjub melihat
keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku semakin
bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung dengan wanita tanpa
busana yang bertubuh indah, yang selama ini hanya kulihat lewat
gambar-gambar orang asing saja. Kini langsung mengamati dari dekat
sekali bahkan bisa meraba-raba. Wanita yang selama ini saya lihat
berkulit putih bersih hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan bagian
lengan ini, sekarang tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan!
Darahku semakin mendidih, melihat pemandangan nan indah itu. Di saat
saya masih bengong, pelan-pelan aku melorot cedeku, saya dan bu Ita
sama-sama tak berpakaian. Penisku benar-benar maksimal kencangnya. Kami
berdua berdekapan, saling meraba dan membelai. Kaki kami berdua saling
menyilang yang berpangkal di selakangan, saling mengesek. Penisku yang
kencang ikut membelai paha indah bu Ita. Sementara itu ia membelai-belai
lembut penisku dengan tangan halusnya, yang membawa efek nikmat luar
biasa.
generasi
Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut dan mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan wajahku di antara kedua susunya. Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya, yang ternyata basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan sekali. Bu Ita mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.
"Ayo Ron"aku tak tahan", katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.
generasi
Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut dan mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan wajahku di antara kedua susunya. Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya, yang ternyata basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan sekali. Bu Ita mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.
"Ayo Ron"aku tak tahan", katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.
Aku
mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu pada kedua siku-siku
tanganku, supaya ia tidak berat menompang tubuhku. Sementara itu
senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja
enaknya sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak teratur. Sambil
menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku meremas-remas lembut susunya.
Penisku menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut), kemudian
turun berulang-ulang Tak lama kemudian kakinya direnggangkan, lalu
pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara
senjataku dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut,
tapi belum juga sampai kepada sasarannya. Penisku belum juga masuk ke
vaginanya
"Alot juga", bisikku. Bu Ita yang masih di bawahku tersenyum.
"Sabar-sabar", katanya. Lalu tangannya memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.
"Sudah ditekan... pelan-pelan saja", katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku...
"Blesss", masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak, nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita.
"Alot juga", bisikku. Bu Ita yang masih di bawahku tersenyum.
"Sabar-sabar", katanya. Lalu tangannya memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.
"Sudah ditekan... pelan-pelan saja", katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku...
"Blesss", masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak, nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita.
Gerakanku
mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun, naik-turun, kadang cepat
kadang lambat, sambil memandang ekspresi wajah bu Ita yang merem-melek,
mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak disengaja
desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.
"Ah... uh... eh... hem""
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran. Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik
"Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya", ketika saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
"Ya Bu, maaf", akupun menuruti perintahnya.
"Ah... uh... eh... hem""
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran. Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik
"Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya", ketika saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
"Ya Bu, maaf", akupun menuruti perintahnya.
Lalu
aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya mengikuti gerakan
pinggulnya yang hanya sesekali dilakukan. Ternyata model ini lebih
nyaman dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai
ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar, bahkan kadang
dirapatkan, sehingga terasa penisku terjepit ketat dan semakin seret.
Gerak apapun yang kami lakukan berdua membawa efek kenikmatan
tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati tubuhnya
dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia minta
di atas.
Aku
tidur terlentang, kemudian bu Ita mengambil posisi tengkurap di atasku
sambil menyatukan alat vital kami berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia
memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam sampai dalam. Sampai
beberapa saat bu Ita menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan
nampak indah sekali, kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat
bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang. Payudaranya disodorkan
kemulutku, langsung kudot. Gerakan wanita berambut sebahu ini makin
mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang, atau menari
yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang gerakan
itu nampak indah di cermin sebelah ranjang. Tubuh putih nan indah
perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak coklat
kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi!
Adegan
ini berlangsung lebih dari lima belas menit, kian lama kian kencang dan
cepat, gerakannya. Nafasnya kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak
mengejar setoran saja. Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan
pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum punting susunya. Rasanya
enak sekali. Setelah kerja keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya"
"Ah... uh, eh... aku, ke.. luaar..Ron..", rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih saya.
"Ah... uh, eh... aku, ke.. luaar..Ron..", rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih saya.
Setelah
pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap untuk saya tembak
lagi. Kini giliran saya menindihnya, dan mulai mengerjakan kegiatan
seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun,
keluar masuk. Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa
menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku menikmati seluruhnya
tubuh bu Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenaga yang kuat
sampai diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di
sana, yang menimbulkan kekuatan dahsyat tiada tara. Energi itu
menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong rasa dan perasaan, saling
memburu dan kejar-kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa, menimbulkan
efek gerakan makin keras dan kuat menghimpit tubuh indah, yang
mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona. Akhirnya tenaga yang
menghentak-hentak itu keluar membawa kenikmatan luar biasa", suara tak
disengaja keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda kenikmatan.
Air maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot memenuhi lubang
kenikmatan milik bu Ita.
"Ahh... egh... egh... uhh", suara kami bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,
"Aku" keluar Bu", kataku terengah-engah.
"Aku juga Ron", suaranya agak lemah.
"Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!", tanyaku agak heran.
"Ya, bisa dua kali", jawabnya sambil tersenyum puas.
"Ahh... egh... egh... uhh", suara kami bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,
"Aku" keluar Bu", kataku terengah-engah.
"Aku juga Ron", suaranya agak lemah.
"Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!", tanyaku agak heran.
"Ya, bisa dua kali", jawabnya sambil tersenyum puas.
Kami
berdua berkeringat, walau udara di luar dingin. Rasanya cukup menguras
tenaga, bagai habis naik gunung saja, lempar lembing atau habis dari
perjalanan jauh, tapi saya masih bisa merasakan sisa-sisa kenikmatan
bersama. Selang beberapa menit, setelah kenikmatan berangsur berkurang,
dan terasa lembek, saya mencabut senjataku dan berbaring terlentang di
sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya menikmati seluruh
kenikmatan tubuhnya. Perempuan punya bentuk tubuh indah itupun terlihat
puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari guratan
senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air maniku putih kental
meleleh di bibir vaginanya bahkan ada yang di pahanya. Pengalaman malam
itu sangat menakjubkan, hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita,
aku lupa. Yang jelas kami beradu nafsu hampir sepanjang malam dan kurang
tidur.
Keesokan harinya
Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek nikmat.
"Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Monas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!", katanya sambil menimang-nimang t*t*tku.
"Kan Ibu yang bikin begini?!", jawabku. Kami tersenyum bersama.
Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek nikmat.
"Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Monas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!", katanya sambil menimang-nimang t*t*tku.
"Kan Ibu yang bikin begini?!", jawabku. Kami tersenyum bersama.
Sehabis
mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang nyapu halaman depan,
kalau aku keluar rumah tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul
setengah enam. Tetapi senjata ini belum juga turun, tiba-tiba hasrat
lelakiku kembali bangkit kencang sekali. Kembali meletup-letup, jantung
berdetak makin kencang. Lagi-lagi aku mendekati janda yang sudah
berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku
lebih tinggi. Bau wewangian semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih
fresh, sehabis mandi. Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan
kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju tempat
tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi
kenikmatan semalam.
Lihat Juga : Cerita Bokep Di Perkosa Saat Hamil
Ia
terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah paduan antara pinggul
depan, pangkal paha, dan rerumputan sedikit di tengah menutup
samara-samar huruf "V", tanpa ada gumpalan lemaknya. Aku buka dengan
pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat ke
paha mulusnya. Sementara tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku
mulai bergetaran, lalu aku membuka selakangannya, menyibakkan
rerumputan di sana. Aku ingin melihat secara jelas barang miliknya.
Jariku menyentuh benda yang berwarna pink itu, mulai bagian atas
membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai kembali.
Bu Ita bergelincangan, tangannya makin erat memegang t*t*tku. Kemudian
jariku mulai masuk ke lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti
malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini
lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa saat aku melakukan
permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur kewanitaan bu
Ita, yang menghebohkan semalam.
Gelora
nafsu makin menggema dan menjalar seantero tubuh kami, saling mencium
dan mencumbu, kian memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut
mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang dapat mengekang dari
kami berdua. Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai nampak dan mendekat
ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang sejak tadi
di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya. Pertama dijilati
kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga mulutnya. Rasanya saya diajak
melayang ke angkasa tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan.
Sesi berikutnya dia mengambil posisi tidur terlentang, sementara aku
pasang kuda-kuda, tengkurap yang bertumpu pada kedua tangan saya. Saya
mulai memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ita yang tadi
sudah saya "pelajari" bagian-bagiannya secara seksama itu. Benda ini
memang rasanya tiada tara, ketika kumasukkan, tidak hanya saya yang
merasakan enaknya penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan kenikmatan
yang luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari
mulutnya.
"Ah", desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke arah t*t*tku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.
Semuanya
sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul setengah delapan, saat
Darti mencuci di belakang. Dalam perjalanan pulang aku termenung, Betapa
kejadian semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa liku-liku, tanpa
terpikirkan sebelumnya. Sebuah wisata seks yang tak terduga sebelumnya.
Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Ita. Singkat,
cepat dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan yang
menghebohkan. Betapa aku bisa merasakan kehangatan tubuh bu Ita secara
utuh, orang yang selama ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu
Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya,
menunjukkan kedagaan seorang wanita yang mebutuhkan belaian dan
kehangatan seorang pria.
Hari
berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang muda makin sering
mendatangi bunga untuk mengisap madu. Dan bunga itu masih segar saja,
bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga itu masih mekar
dan belum juga layu, atau memang tidak mau layu.
Tamat
Terima kasih telah membaca artikel tentang Cerita Bokep "Mama Dan Anak Bugil Bareng" dan anda bisa bookmark artikel Cerita Bokep "Mama Dan Anak Bugil Bareng" ini dengan url https://bispak44.blogspot.com/2016/05/cerita-bokep-mama-dan-anak-bugil-bareng.html. Terima kasih